Nahwu

Belajar Nahwu, Tuhfah Tsaniyah, Pengertian Kalam

ilmu nahwu bab kalam

Sahabat, kali ini kita belajar bagian pertama yang dipelajari dalam ilmu nahwu. Yaitu bab Kalam. Kalau dibahasa indonesia bisa diartikan kalimat atau susunan kalimat

 قَاَل:الۡكَلَامُهُوَالَّلۡفُظالۡمُرََّك ُبالۡمُفِيدُبِالۡوَۡضِع.

Al-Kalam adalah lafazh yang tersusun yang memberi faidah dengan al-wadh’u.

وََأقُو ُل:لِّلَفظ الكَلَا م مَعنَيَان: َأحَدُهُمَالُغَوِّي،وَالَّثانِّي َنحوِّي.

َأَّماالكَلَامُ الُّلغَوُِّّي فَهُوَعِّبَارَةٌعََّما َتحُصُل بِّسَبَبِّهِّ فَائِّدَةٌ، َسوَاءَأكَانَ لَفظًا، ٌ

َأم لم يكُن كَالخط وَالكِّتاَبةِّ وَالِإ َشارَةِّ.

Lafazh kalam mempunyai dua makna: secara bahasa dan secara ilmu nahwu.

Kalam secara bahasa adalah ungkapan yang dengan sebabnya dapat menghasilkan suatu faidah. Sama saja baik berupa lafazh atau tidak, seperti tulisan dan isyarat.

وََأَّماالكَلَامُ الَّنحوُِّّي،فَلَابَُّدمِّنَ أن َيجتَمَِّع فِّيهَِّ أربَعَةُُّأمُورٍ:الَأَّوُلَ أن يكُونَ لفظًا، وَالثانِّي َأن يكُونَ مُرَكباً، وَالثالث َأن يكُونَ مُفِّيدًا، وَالرابع أن يَكُونَ مَو ُضوعًابِّالوَضِّع العَرَبِّي.

Adapun kalam secara ilmu nahwu, harus terkumpul empat perkara: berupa lafazh, tersusun, memberi faidah, dan sesuai dengan kaidah orang Arab.

Maksud Lafadz

Makna bahwa kalam harus berupa lafazh, yakni harus berupa suara yang mengandung sebagian huruf hijaiyyah, yang dimulai huruf alif, diakhirihurufya`.

Contohnya:ۡأَحَۡمد, يكۡتب,dan سِعيد .Karenasetiapdaritiga kalimat ini jika diucapkan menjadi suara yang mengandung empat huruf hijaiyyah. 

Adapun isyarat tidak dinamakan kalam menurut ahli nahwu, karena tidak ada suara yang mengandung sebagian huruf. Meski dia tetap dinamakan kalam oleh ahli lughah karena bisa memberikan faidah.

Makna Murakkab

Makna bahwa kalam harus tersusun artinya tersusun dari dua kata atau lebih.

Contohnya : اۡلعۡلم خۡيرماتسۡعى إلۡيه, محَّمدُۡمسافِر,اۡلِعۡلمۡ نَاِفع, يۡبلُُغۡ اۡلُمجۡتَهُدۡاۡلمجَۡد, لُكلُۡ مجۡتَهٍدۡنَصيب,

Setiap ungkapan ini disebut kalam. Setiap satuungkapan tersusun dari dua kata atau lebih. Satu kata tidak bisa disebut kalam menurut ahli nahwu, kecuali jika ada kata lain yang terkandung padanya. Baik kandungan kata lain padanya itu secara hakiki, seperti contoh-contoh yang telah lalu atau secara perkiraan. 

Sebagaimana jika ada yang berkata kepadammu منۡ ۡأ ُخو َك ؟ Lalu engkau jawab: ُۡمحمد . Maka kata ini dianggap kalam, karena perkiraannya: محمدۡأ ِخي . 

Maka kalimat ini dalam bentuk taqdirnya merupakan ungkapan yang tersusun dari tiga kata.

Makna Mufidz

Makna bahwa kalam itu harus memberi faidah, yakni bahwa orang yang berbicara telah sempurna diam setelah menyampaikan kalamnya. Sehingga orang yang mendengar tidak menunggu-nunggu ucapan yang lain. Jika engkau mengatakan إذاَۡحضَرۡالۡسۡتَاذ
Maka ini tidak dinamakan kalam meskipun ini merupakan lafazh yang tersusun dari tiga kata. Ini karena orang yang diajak bicara menunggu-nunggu apa yang engkau katakan setelah ini, berupa apa yang mengikuti kehadiran ustadz.
Sehingga, jika engkau katakan: ِۡإذاحضر ۡالۡاسۡتَاذ ۡأۡنصت ۡالتلَاميذ maka ini menjadi kalam karena memberikan faidah.

Makna Bil Wadh’i

Makna bahwa sesuai dengan kaidah yang diletakkan orang Arab, yaitu bahwa lafazh-lafazh yang digunakan dalam pembicaraan berupa lafazh- lafazh yang dipakai orang Arab untuk menunjukkan suatu makna. 
Misalnya َۡحضر adalah sebuah kata yang digunakan orang Arab untuk suatu makna, yaitu terjadinya kehadiran pada jaman yang telah lewat.
Kata محمد dipakai orang Arab untuk suatu makna, yaitu orang yang dinamakan dengan nama itu. 
Maka jika engkau katakan  حضر ۡ ُمحمدۡ maka engkau telah menggunakan dua kata yang masing-masingnya telah digunakan oleh orang Arab. 
Berbeda jika engkau berbicara dengan menggunakan bahasa orang ‘ajam (selain Arab), seperti Persia, Turki, Barbar, Prancis. Hal itu tidak dinamakan kalam oleh ulama Arab, walaupun oleh ahli bahasa lain dinamakan kalam.
Sumber : Terjemah Tuhfah Tsaniyah, Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button