Siroh

Sirah Nabawiyah, Nabi Ibrahim Menghadapi Firaun & Perjalanan Beliau Sampai Ke Mekkah

silsilah keturunan nabi ibrahim

Nabi Ibrahim عَلَيْه السَلاَمُ Menghadapi Raja Firaun

Nabi Ibrahim عَلَيْهِ السَلاَمُ adalah salah satu nabi yang sangat berani menghadapi kaum yang sesat. Beliau tidak peduli mereka mengejek ajakannya.

Pada saat yang tepat, saat semua penduduk mengadakan pesta tahunan, Nabi Ibrahim عَلَيْهِ السَلاَمُ mendatangi kuil dengan membawa kapak besar yang tajam.

Di dalam kuil, banyak sekali makanan untuk persembahan. Makanan itu masih utuh karena patung memang tidak bisa makan. Nabi Ibrahim عَلَيْهِ السَلاَمُ hanya tersenyum mengingat kebodohan penduduk Negeri Babilonia (sekarang Irak).

Lantas, dengan tangkas, Nabi Ibrahim عَلَيْهِ السَلاَمُ merobohkan semua patung-patung di dalam kuil, kecuali patung yang paling besar. Sebelum pergi, Nabi Ibrahim عَلَيْهِ السَلاَمُ meninggalkan kapaknya di pundak patung paling besar.

Raja Namrud dan penduduk Babilonia sangat terkejut ketika mereka kembali dan melihat kuil tempat penyembahan mereka hancur.

“Siapa yang telah menganiaya tuhan-tuhan kita?!” Teriak raja Namrud sangat marah. “Siapapun dia… dia harus diberi hukuman yang setimpal!”

“Hamba tau ini pasti perbuatan Ibrahim!” Kata seorang penduduk.

“Panggil dia sekarang juga!”

Para pengawal kerajaan diikuti beberapa penduduk mendatangi rumah Nabi Ibrahim عَلَيْهِ السَلاَمُ. Derap langkah mereka terdengar riuh. Nabi Ibrahim عَلَيْهِ السَلاَمُ pun diseret dan diarak keliling kota. Beliau lalu dibawa ke tempat terbuka.

“Ibrahim, apa betul kamu yang telah menghancurkan tuhan-tuhan kami?” Tanya seorang hakim beberapa saat kemudian.

Nabi Ibrahim عَلَيْهِ السَلاَمُ tersenyum tenang, “Bukan,” jawabnya singkat, “coba lihat, bukankah yang memegang kapak itu patung yang paling besar? Barangkali dia yang melakukannya,” lanjutnya.

“Mana mungkin? Dia tidak bisa melakukan apapun!” Kata hakim tegas.

Nabi Ibrahim عَلَيْهِ السَلاَمُ tersenyum lagi, “Kalau tidak bisa melakukan apapun, mengapa kalian menyembahnya?” ujarnya pelan.

Semua orang terpana mendengar perkataan Nabi Ibrahim عَلَيْهِ السَلاَمُ yang begitu pelan, tetapi amat mengagetkan.

“Mengapa kalian menyembah sesuatu yang tidak mendatangkan kebaikan? Mengapa kalian tidak juga menyadari kesalahan kalian?”

“Diam!” bentak Raja Namrud tidak tahan mendengar kalimat Nabi Ibrahim عَلَيْهِ السَلاَمُ .

“Prajurit! sekarang juga kumpulkan kayu bakar untuk membakar Ibrahim!” Perintahnya kemudian.

Tidak berapa lama, kayu pun terkumpul dan membentuk perapian yang siap membakar Nabi Ibrahim عَلَيْهِ السَلاَمُ

Begitu api berkobar, Nabi Ibrahim عَلَيْهِ السَلاَمُ dilemparkan ke dalamnya, disaksikan hampir semua penduduk Negeri Babilonia. Pada saat itu pula, Allah berfirman, “Hai api, menjadi dinginlah (kamu) dan berilah keselamatan bagi Ibrahim.” (QS Al Anbiya [21]:69).

silsilah keturunan para nabi

Nabi Ibrahim عَلَيْهِ السَلاَمُ dan Bunda Sarah

Allah SWT tidak membiarkan Nabi Ibrahim teraniaya.

“Api menjadi dinginlah dan selamatkan Ibrahim!” demikian Allah SWT berfirman kepada api.

Api pun tidak dapat membakar tubuh Nabi Ibrahim sehingga beliau dapat keluar dari dalam api dengan selamat. Kemudian, bersama Sarah, istrinya, Nabi Ibrahim meninggalkan negerinya dan pergi ke Palestina. 

Dari Palestina, Nabi Ibrahim dan Sarah tiba di Mesir. Saat itu, Mesir berada di bawah kekuasaan raja-raja Amalekit (Hyksos). Raja-raja Amalekit ini sangat menyukai wanita-wanita cantik. Jika wanita cantik itu telah menikah, raja-raja Amalekit akan membunuh suaminya.

Bunda Sarah adalah wanita yang jelita. Melihat kecantikannya, raja berniat meminang Sarah menjadi istrinya.

“Apakah dia istrimu?” tanya raja kepada Nabi Ibrahim.

Nabi Ibrahim mengetahui bahwa dia akan dibunuh jika mengaku bahwa Sarah adalah istrinya. Oleh karena itu, beliau berpura-pura memperlakukan Sarah sebagai adiknya. Setelah itu, ternyata raja tidak dapat mendekati Bunda Sarah. Kakinya seolah tertanam di lantai.

“Wanita ini pasti dilindungi oleh Tuhannya. Aku tidak dapat mengganggunya,” Demikian pikir raja ketakutan.

Akhirnya, raja melepaskan Nabi Ibrahim dan Bunda Sarah. Sebagai hadiah, raja memberikan seorang hamba wanita bernama Hajar kepada mereka berdua.

Sahabat, Nabi Ibrahim terus berdakwah. Namun, beliau tidak juga diberi seorang anak untuk melanjutkan tugas dakwahnya, padahal usianya sudah semakin lanjut. Melihat hal itu, Bunda Sarah meminta Nabi Ibrahim menikahi Hajar.

Apakah Allah memberi Nabi Ibrahim seorang anak dari rahim Hajar?

Nabi Ibrahim عَلَيْهِ السَلاَمُ Berangkat ke Mekah

Dengan izin Allah, Bunda Hajar pun mengandung. Tidak lama kemudian, lahirlah bayi kecil yang diberi nama Ismail.

Dengan dada yang dipenuhi kasih sayang dan rasa syukur mendalam atas karunia Allah, Nabi Ibrahim mendekap Ismail erat-erat. Sudah puluhan tahun beliau menantikan seorang anak, kini pada usia senja, anak yang didambakan lahir. Air mata sang Nabi berlinang-linang menahan haru.

“Engkaulah belahan jiwaku, engkaulah penerus dakwahku kelak,” bisik Nabi Ibrahim kepada bayinya yang mungil.

Sejak itu, hari-hari Ibrahim dipenuhi dengan tawa Ismail. Di sela-sela kesibukan berdakwah, beliau selalu menyempatkan diri untuk menggendong sang bayi. Bunda Sarah juga sangat menyayangi Ismail. Beliau sering membantu Bunda Hajar mengasuh sang bayi.

“Lihat, Kanda,” bisik Bunda Sarah sambil mendekap Ismail, “alangkah miripnya bayi lucu ini denganmu.”

Nabi Ibrahim tersenyum mendengar perkataan itu. Bunda Sarah pun membalas senyumnya. Namun, sahabat fillah, Nabi Ibrahim adalah suami yang lembut. 

Beliau tahu bahwa walaupun sangat menyayangi Ismail, sebenarnya Bunda Sarah sangat ingin memiliki putra yang lahir dari rahimnya sendiri. Putra saleh yang akan melanjutkan dakwah mereka.

Nabi Ibrahim menyadari betapa beratnya perasaan Bunda Sarah. Beliau sangat ingin meringankan beban itu. 

Karena itu dalam setiap kesempatan berdo’a, Nabi Ibrahim dan Bunda Sarah meminta agar Allah berkenan menurunkan seorang lagi penerus dakwah dari rahim Bunda Sarah.

Sahabat fillah, belum lagi do’a itu terkabul, Allah Yang Maha Penyayang menurunkan sebuah ujian yang sangat berat. Nabi Ibrahim dititah untuk membawa Bunda Hajar dan bayinya pergi ke suatu tempat yang sangat jauh. Sebuah tempat sunyi tak berpenghuni di tengah gurun yang tandus dan gersang.

Perpisahan ini terasa sangat berat di hati Bunda Hajar dan Bunda Sarah. Namun, kehendak Allah ada di atas segalanya. Sahabat fillah, apa yang terjadi pada Bunda Hajar dan Ismail di tempat baru itu?

SUMBER

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button