Siroh Nabawiyah, Keturunan Nabi Ismail dan Nenek Moyang Nabi Muhammad
Tak lama kemudian, Ismail menikah. Namun, belum berapa lama, rasa gembira itu berubah duka karena Bunda Hajar wafat. Ismail amat kehilangan ibunya.
Betapa tidak, ia ditinggal oleh orang yang sangat ia sayangi dan menyayanginya. Mendengar istrinya wafat, Nabi Ibrahim yang telah berusia lanjut datang ke Mekah.
Ketika tiba di rumah Ismail, Nabi Ibrahim diterima oleh menantunya.
“Bagaimana kehidupan kalian?” Tanya Nabi Ibrahim.
“Hidup kami susah dan terlalu sederhana. Bahkan, sekarang pun saya tidak dapat menyuguhkan apa-apa kepada Bapak,” Keluh istri Ismail.
Nabi Ibrahim termenung. Ia pun berdiri dan pamit.
“Sampaikan kedatanganku kepada Ismail. Katakan juga kepadanya bahwa aku ingin agar ia mengganti gerbang rumah ini.”
Ketika Ismail pulang, istrinya menyampaikan pesan ini.
“Itu ayahku,” Kata Ismail, “Pesan itu memerintahkan agar saya menceraikanmu karena kamu tidak berlapang dada menjalani hidup kita yang sederhana.”
Setelah melaksanakan pesan ayahnya, Ismail menikahi wanita yang lain. Suatu saat, Nabi Ibrahim datang berkunjung. Beliau diterima oleh menantunya yang baru.
“Bagaimanakah kehidupanmu bersama Ismail?” Tanya Nabi Ibrahim.
“Alhamdulillah Ismail adalah suami yang penyayang, rajin bekerja, dan selalu membimbing saya di jalan Allah. Kami hidup berbahagia.”
Nabi Ibrahim tersenyum, “Sampaikan kedatanganku kepada Ismail. Katakan juga kepadanya bahwa aku menyukai gerbang rumahnya.”
Ketika Ismail datang, istrinya menyampaikan pesan Nabi Ibrahim.
“Alhamdulillah, ayahku menyukaimu karena engkau istri yang shalihah,” Senyum Ismail.
Ismail pun diangkat menjadi seorang nabi. Putra-putra beliaulah yang menjadi nenek moyang Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم.
Nenek Moyang Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم
Salah seorang nenek moyang Nabi Muhammad bernama Hasyim bin Abdul Manaf. Ia adalah pemuka masyarakat dan orang yang berkecukupan. Masyarakat Mekah mematuhi dan menghormatinya.
“Wahai penduduk Mekah, aku membagi perjalanan kalian menurut musim. Jika musim dingin tiba, pergilah berdagang ke Yaman yang hangat. Jika musim panas, giliran kalian pergi ke Syam yang sejuk!” Demikian keputusan Hasyim.
Hasyim tambah disayangi penduduk Mekah karena pada suatu musim kemarau yang mencekam, ia pernah membawa persediaan makanan dari tempat yang jauh. Padahal, saat itu makanan amat sulit didapat.
“Terima kasih, wahai Hasyim! Engkau menolong kami dengan pemberian makanan ini!” Seru penduduk Mekah.
Di bawah kepemimpinan Hasyim, Mekah berkembang menjadi pusat perdagangan yang makmur. Pasar-pasar didirikan sebagai tempat berniaga kafilah-kafilah dagang yang datang dan pergi silih berganti, baik pada musim panas maupun pada musim dingin.
Demikian pandainya penduduk Mekah berdagang, sampai-sampai tidak ada pihak lain yang mampu menyaingi mereka.
Akan tetapi, di samping kemajuan yang besar itu, masyarakat Arab juga mengalami kemunduran luar biasa.
Itulah sebabnya mereka dijuluki masyarakat jahiliah alias masyarakat yang diliputi kebodohan. Itulah juga sebabnya sampai Allah mengutus rasul terakhir-Nya di tempat ini.
Apa saja yang dilakukan bangsa Arab saat itu sehingga mereka dijuluki “masyarakat jahiliah”?
Kita lanjutkan lagi besok in syaa Allah